KOLOM 2

SUSUNAN PANITIA RAKERNAS I DPP KNPI TAHUN 2012
Berdasarkan SK No : Kep.08/DPPKNPI/IX/2012/10.09.2012
STEERING COMMITTEE
Ketua : Sira Prayuna
Wakil Ketua : La Ode Safiul Akbar
Wakil Ketua : Arip Mustofa
Wakil Ketua : Dawax Fathurrahman
Sekretaris : Choir Syarifuddin
Wakil Sekretaris : Cokro Wibowo
Wakil Sekretaris : Naufar Furqoni Farinduan
Wakil Sekretaris : Usni Hasanuddin
Wakil Sekretaris : Lindsey Hapsari Putri
Anggota-anggota: Aryo Wijanarko M. Shoim Haris
I Guna Arta, Arif Rahman, Maman Abdurrahman, Tan Tan Taufiq Lubis, Abukasim Sangaji, Jonsar L. Toruan, Johnson Silitonga, Abdul Gafur Sangadji, M. Achmadi, Abdul Rozak Said, Siti Aisyah AZ, Doni Arsivayendra, Yosef Ari Wibowo, David Tampubolon, Fariz Eka, Putra Buswin Wiryawan, Elfianto Dg Sikatutrin
ORGANIZING COMMITE
Ketua : Andi Yudi Hendriawan
Wakil ketua bidang Perlengkapan : Imam Nasrullah
Wakil ketua bidang Persidangan : Arnold Udam
Wakil ketua bidang Media, Pubikasi & Dokumentasi : Bambang Rony Pramana
Wakil ketua bidang Acara : Nuzron Zoher
Wakil ketua bidang Transportasi : Benardi
Wakil ketua bidang : Perijinan Dan Keamanan : Yepta M. Mbolik
Sekretaris : Alfrisco
Wakil Sekretaris bidang Perlengkapan : Faddly Alimin Hasyim
Wakil Sekretaris bidang Persidangan : Andrian Kurnia Putra
Wakil Sekretaris bidang Media, PubDok : YL Handini
Wakil Sekretaris bidang Acara : Dian Asafri
Wakil Sekretaris bidang Transportasi : Agus Efendi
Wakil Sekretaris bidang Perijinan Dan Keamanan : Yayat Dinar
Bendahara : R. Jack Paskalis
Wakil Bendahara bidang Perlengkapan : Anjas Asmara
Wakil Bendahara bidang Persidangan : Asmaul Husnah Zwitwal
Wakil Bendahara bidang Media, PubDok : Nofel Salahbin
Wakil Bendahara bidang Acara :Efalina Gultom
Wakil Bendahara bidang Transportasi : Dedy Asandi
Wakil Bendahara bidang Perijinan Dan Keamanan : Zainul Fatah
Seksi Perlengkapan :
1. Zahindun Alhalim
2. Saiful Rangkuty
3. Suwalijo
4. Coky Siregar
Seksi Persidangan :
1. Siska Adhelia
2. Deden TH
3. Adam Hermawan
4. Novar Furkoni
Seksi Media, Publikasi dan Dokumentasi :
1. Martin
2. Ahmad Fauzi
3. Sedek Bahta
4. Ramanda
Seksi Acara:
1. Ayiza Vebbe
2. Tiara Wulan Juli
3. Marsia Waliken
4. Tengku Adnan
Seksi Transportasi :
1. Zulfikar
2. Saiful arifin
3. Suwalijo
4. Bambang Setiyono
Seksi Perijinan dan keamanan :
1. Deny Toupoe
2. Edy Supriyadi
3. Ali
4. Prasetyo Wibowo

Mempermanenkan Konflik KNPI?
3 November 2011-

Hery Susanto - detikNews
Jakarta  - Di tengah peringatan 83 Tahun Hari Sumpah Pemuda, KNPI telah menggelar pelaksanaan Kongres XIII sebagai bentuk Kongres Bersama/Islah-nya di Jakarta dengan tema besar "Satu Pemuda, Satu Indonesia." Mekanisme Kongres bersama KNPI itu pun dilakukan dengan membentuk panitia bersama/gabungan antar dua pengurus KNPI, baik di tingkat SC dan OC-nya. Namun, patut dicermati dengan digelarnya Kongres Bersama KNPI tersebut bukan berarti benih-benih konflik telas usai. Dari hasil jajak pendapat yang kami lakukan pada pelaksanaan kongres KNPI 25 Oktober 2011 lalu dengan responden 147 orang peserta Kongres KNPI yang berasal dari 104 OKP dan 43 DPD KNPI Propinsi. Diperoleh informasi bahwa hanya 53% peserta yang yakin Kongres Bersama KNPI ini akan menghasilkan kepemimpinan yang lebih baik dibanding pada periode sebelumnya, 38% tidak yakin, dan 9% tidak menjawab pertanyaan yang diajukan.Kemudian hanya 49% peserta yang menilai yakin Kongres Bersama KNPI ini mampu menyelesaikan konflik yang terjadi selama ini, 45% peserta menilai tidak yakin, dan 6% peserta tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. Kenyataannya, justeru pelaksanan Kongres Bersama KNPI yang semestinya mampu menyelesaikan konflik malah telah menimbulkan konflik baru.Kongres Bersama KNPI kembali diwarnai kericuhan yang melahirkan konflik baru dan bisa berujung pada bentuk mempermanenkan konflik KNPI. Kongres Bersama KNPI yang mestinya menemui resolusi dan rekonsiliasi untuk mencari jalan tengah atas konflik yang terjadi itu telah dikotori oleh sebuah keputusan ceroboh dan kontroversial oleh oknum pimpinan sidang Kongres KNPI. Pimpinan sidang ceroboh memutuskan dan menetapkan Taufan EN Ratorasiko (menantu ical, bos Partai Golkar) sebagai Ketua Umum/Ketua Formatur DPP KNPI 2011-2014 yang hanya memperoleh 68 suara dari 159 suara (42%). Padahal tahapan ini baru dimulai dari pemungutan suara tahap 1 yang akan memilih dari tahap bakal calon menjadi calon ketua umum KNPI.
Seorang bakal calon ketua umum bisa menjadi calon jika ia memenuhi syarat dipilih oleh 20% suara (32 suara) dari 159 peserta yang mempunyai hak suara. Jadi sebenarnya posisi Taufan itu baru memasuki tahapan sahnya sebagai calon ketua umum bukan ketua umum.
Sebab, sesuai Tata Tertib Pemilihan Ketua Umum/Formatur DPP KNPI pasal 3 butir f menyatakan, bahwa apabila hanya ada 1 calon ketua umum yang mendapatkan 20% suara maka pemilihan suara diulang dengan hanya mengikutsertakan calon ketua umum yang tidak mendapatkan 20% suara, sehingga akan diperoleh lebih dari satu calon ketua umum.
Setelah itu, barulah dilakukan pemilihan Ketua Umum DPP KNPI 2011-2014 dengan melibatkan calon ketua umum yang lebih dari satu itu. Kami mencatat, pimpinan sidang Kongres Bersama KNPI ceroboh, salah membaca dan merujuk pasal terkait masalah di atas, yakni pasal 3 butir d, yang menyebutkan bahwa: "Apabila jumlah bakal calon ketua umum KNPI hanya 1 maka langsung ditetapkan menjadi calon ketua umum dan untuk selanjutnya ditetapkan menjadi ketua umum". Pasal ini tidak bisa digunakan untuk kasus ini, sebab nyata-nyata bakal calon ketua umum KNPI yang ada tidaklah 1 melainkan 12 orang.
Disinilah persoalan yang menjadi kisruh itu terjadi, keputusan Kongres Bersama KNPI tidak sah sebab bertentangan dengan Tata Tertib Pemilihan Ketua Umum/Formatur DPP KNPI Pasal 3. Sehingga dengan dipaksakannya hasil keputusan Kongres Bersama KNPI XIII tersebut telah menyebabkan munculnya babak baru konflik KNPI Jilid II. Di satu pihak mengakui Kongres telah selesai dengan terpilihnya Taufan sebagai Ketua Umum/Formatur DPP KNPI 2011-2014, namun di pihak lain menyatakan bahwa Kongres Bersama KNPI alami dead lock karena pemilihan ketua umum tidak sah/melanggar mekanisme yang ditetapkan.
Oleh karena itu, OKP, DPD KNPI Propinsi se-Indonesia, dan negara (baca: Kemenpora) tidak bisa serta merta menerima hasil Kongres Bersama KNPI. Apalagi dukungan suara yang didapat Taufan pada pemilihan tahap 1 itu hanya 42% suara saja bukan 50%+1 suara sehingga dinilai masih prematur dalam memimpin KNPI.Sebagai bentuk penyelesaian konflik maka mesti dilakukan Kongres KNPI Lanjutan untuk satu agenda tunggal yakni Pemilihan Ketua Umum/Formatur DPP KNPI 2011-2014 demi menyelesaikan tuntutan rekonsilisasi Satu Pemuda, Satu KNPI untuk Indonesia. Jika tidak justru ini bisa mempermanenkan konflik KNPI yang terus mengancam dan mengganggu dinamika pembangunan kepemudaan nasional.
*) Hery Susanto, Msi adalah Koordinator Pusat Kajian Kepemudaan.(vit/vit)

26 Juli 2009
Refleksi HUT KNPI ke-36
EKSISTENSI KNPI DI TENGAH DEGRADASI PAMOR

Oleh Armin Mustamin Toputiri
Ketua DPP KNPI Bidang Ristek (2006-2008)

Judul tulisan ini, diambil dari judul tulisan Anas Urbaningrum (Harian Jawa Pos, 04 November 1996), yang ditulisnya saat masih terlibat sebagai pengurus PB HMI, dalam menyambut pelaksanaan Kongres VIII Pemuda/KNPI. Judul ini sengaja diambil, sekadar untuk mengingatkan bahwa sejak awal --- jauh sebelum gerakan reformasi dilecutkan mahasiswa --- eksistensi dan pamor Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) memang selalu menjadi sorotan tajam berbagai kalangan, khususnya di lingkungan para aktifis organisasi kepemudaan itu sendiri.
Eksistensi KNPI selalu mendapatkan sorotan, selain karena satu sisi wujudnya sebagai wadah berhimpunnya beragam organisasi kepemudaan (OKP) secara eksponensial, juga di sisi lain karena peranannya sebagai laboratorium kader yang menjadi sumber dan lahirnya tokoh kepemudaan yang berpemahaman nasionalis. Tidak saja di level nasional, tapi juga pada lebel regional, bahkan pada tingkatan lokal. Dan pada dua sisi itu pulalah KNPI yang selalu mendapatkan sorotan, yaitu antara eksistensinya di satu dan peranannya pada sisi yang lain.
Dan sebagaimana hakikatnya dalam setiap pelaksanaan ulang tahun, menjadi momen paling strategis untuk merefleksikan ke-eksistensi-an diri untuk menapaki masa depan yang lebih baik, maka pada peringatan ulang tahun KNPI ke-36 tahun 1996, menjadi saat yang tepat untuk melakukan upaya kaji ulang terhadap eksistensi KNPI di tengah pergulatan dinamika kepemudaan dan kebangsaan --- yang langsung atau tidak langsung --- ikut memberi andil terhadap pamor KNPI yang semakin terdegradasi. Dan bukan suatu hal yang niscaya kalau kemudian membawa KNPI menuju liang lahat, seandinya tidak secapatnya direduksi sejak dini

Eksistensi KNPI
Pendirian KNPI pada tanggal 23 Juli 1973, dibidani oleh sejumlah eksponen tokoh pemuda (mewakili untuk dan atas nama OKP masing-masing) yang tergabung dalam Kelompok Diskusi Cipayung, dimana sejak awal sangat intens melakukan pertemuan-pertemuan non formal dan berdialog untuk merespon secara kritis berbagai fenomena sosial politik kenegaraan pada saat itu. Sebutlah sekian diantaranya; David Napitupulu, Akbar Tanjung, Surjadi, Cosmos Batubara, Binsar Sianipar, Sri Redjeki, dan lainnya.
Rancang bangun ide dan gagasan yang terangkum dalam serangkaian pertemuan Kelompok Diskusi Cipayung pada saat itu, yang menjiwai berdirinya organisasi yang belakangan disepakati dinamai KNPI, setidaknya:
Pertama, setidaknya didasari akan rasa tanggung jawab kesejarahan menindaklanjuti rangkaian tapak-tapak sejarah yang telah diukir komponen kepemudaan sebelumnya, baik setelah maupun sebelum Indonesia merdeka. Dalam catatan rangkaian sejarah ke-Indonesi-an, pemuda memiliki peranan vital dalam membangun tonggak-tonggak berdirinya Indonesia. Di tahun 1908 menjadi puncak dari upaya pemuda membina semangat kebangsan sebagai sesama warga bangsa. Selanjutnya di tahun 1928 berhasil membina semangat kebersamaan dalam satu kesatuan wilayah tanah air, hingga pada puncaknya dengan di proklamirkannya kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pertimbangan kedua, karena adanya rasa tanggung jawab untuk menegakkan idiologi politik Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam bernegara, yang menjadi bagian dari rangkaian kebijakan orde baru --- terhadap trauma masa lalu di era orde lama --- pada saat itu untuk mengeliminasi segala macam bentuk gerakan yang berafiliasi aliran yang nyaris mengancaman keutuhan NKRI. Setidaknya bahwa dengan berdirinya wadah berhimpun organisasi kepemudaan yang memiliki berbagai macam latar dan ragam aliran kekaderan pemuda, maka dengan sendirinya pula secara serta merta akan ikut mengeliminasi munculnya radikalisme berbagai aliran untuk selanjutnya mengelaborasinya ke dalam bingkai negara kesatuan yang berasaskan Pancasila serta kesamaan paham nasionalis.
Berangkat dari dua pendekatan inilah yang kemudian menjadi dasar-dasar folosofis, identitas, karakteristik dan eksistensi organisasi KNPI. Kedua landasan fikir dimaksud, jika ingin dirumuskan dalam kerangka strategi organisasi, setidaknya; pertama; bahwa KNPI sebagai laboratorium kader memiliki cita-cita dan tanggung jawab kesejarahan sebagai sarana untuk melanjutkan dan menjaga kesinambungan gerakan kepemudaan yang telah diukir oleh generasi sebelumnya. Kedua; keberhimpunan OKP dalam KNPI dengan berbagai macam latar aliran kekaderannya, menjadi bagian dari identitas, karakteristik dan eksistensi KNPI yang berpahaman nasionalis, yang menjadi pembeda dengan organisasi kepemudaan lainnya.

Degradasi Pamor
Kalau seandainya mau jujur untuk mengatakan sebenarnya, bahwa justru pada usianya yang ke-36 tahun 2009 kali ini, KNPI mengalami ujian paling terberat --- sepanjang usianya --- dalam mempertahankan eksistensinya untuk terhindar dari pamornya yang semakin tergradasi. Bukan saja karena pada periodisasi kepengurusan sekarang ini telah terjadi turbulensi internal, dimana pada saat KNPI melangsungkan Kongres XII Pemuda/KNPI di Ancol pada bulan Oktober 2008, hanya berselang dua hari sesudahnya, oleh sekolompok pemuda yang lain, juga melangsungkan kongres yang sama di Bali. Akibat yang dihasilkannya sampai saat ini, selain DPP KNPI dibawah kepemimpinan Ahmad Doli Kurnia, ada juga sekelompok pemuda lainnya yang bergabung untuk mengklaim juga sebagai dewan pengurus pusat KNPI.

Tidak hanya sampai di situ, selain masih munculnya gugatan terhadap eksistensi KNPI sebagai bagian dari sisa-sisa konspirasi orde baru, tanpa sanggup dan mau memahami substansi atas nilai-nilai nasionalisme yang menjadi identitas KNPI --- yang justru menjadi elemen vital dalam menjaga keutuhan NKRI --- tetapi justru dari gugatan yang sifatnya sangat klasik itulah titik simpang jalan dimana KNPI sekarang ini tengah berada. Satu sisi KNPI ingin tetap bertahan pada identitasnya sebagai wadah berhimpun OKP pluralis yang berpemahaman nasionalis, namun pada sisi yang lain, OKP yang berhimpun di KNPI, juga sedang mengalami disparitas orientasi diantara dua simpang arah, antara menjaga eksistensinya di satu sisi dan mengemban orientasinya pada sisi yang lain. Sampai saat ini, OKP sedang dalam kondisi mati suri, hidup tak enggan, mati pun tak mau.
Selain dari soal-soal seperti itu, berbagai macam ragam dilema eksternal yang melingkupi KNPI, juga seolah-olah tidak lagi ingin bersahabat, bahkan sangat rentan dapat mengeliminasi eksistensi KNPI dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai laboratorium kader pemuda yang berpemahaman nasionalis. Kalau di masa orde baru dalam sistem politik tri-partit, fungsi dan peranan KNPI sebagai wadah berhimpun masih sangat vital. Di era reformasi dengan sistem politik multi partai, peranan KNPI sebagai laboratorium kader, perlahan tapi pasti kini beralih ke jenjang perkaderan yang dijalankan masing-masing partai politik, tanpa mesti menempah ”kekaderan nasionalis” di KNPI terlebih dahulu. Belum lagi menyebut pula semakin bertumbuh kembangnya elemen-elemen kelembagaan sosial dan profesional, yang justru saat ini banyak melahirkan kader dan tokoh-tokoh muda yang menjadi pionir di bidangnya.

Dilema Kematian
Kalau seandainya OKP benar-benar dalam kondisi mati suri, maka pertama; keberadaan sejumlah pengurus KNPI yang sumbernya secara eksponensial dari keterwakilan OKP, dengan sendirinya pula keterwakilannya tidak lagi secara substantif menganut asas nilai-nilai pluralitas secara hakikat, tetapi lebih pada keterwakilan administratif semata. Kedua, karakteristik KNPI sebagai wadah berhimpun, pula dengan sendirinya teriliminasi berwujud menjadi organisasi yang tidak lagi jamak, tetapi tunggal. Ketiga, kalau dua kondisi demikian benar-benar terjadi, maka dengan sendirinya pula serta merta pemahaman nasionalis yang menjadi identitas KNPI, dengan sendirinya tidak mungkin dapat dielakkan menjadi sirna dan kehilangan maknanya lagi.
Kalau demikian keadaanya, selain karena KNPI mengalami kekaburan eksistensi yang memberi efek degradasi pamor, serta beralihnya kekaderan pemuda pada sejumlah kelembagaan lain selain KNPI, maka konsekuensi yang harus ditanggung dan dipertaruhkan bangsa ini secara jangka panjang, adalah dengan tampilnya sejumlah tokoh-tokoh kepemudaan dan generasi baru yang tentu saja sikap, pandangan dan pemahamannya tidak lagi memiliki keberpemahaman nasionalis yang kuat, karena tidak melewati suatu fase kekaderan secara pluralis. Dan langsung atau tidak, akan membawa resiko hilangnya rasa kebersamaan suatu generasi untuk mampu dan mau memahami nilai-nilai kesatuan dalam keberbedaan sebagai warga bangsa.

Kalaupun pandangan terakhir ini harus siap diterima resikonya oleh bangsa ini, maka keberadaan KNPI dengan sendirinya harus berlapang dada menerima resiko hukum alam, untuk menggali kuburannya sendiri dalam menjemput kematiannya. Dan secara meluas, bangsa ini pun harus siap menerima dan mengambil alih resikonya secara jangka panjang. Tetapi seandainya pandangan terakhir itu tidak ingin resiko dan dampaknya dditerima secara meluas, maka untuk menyelamatkan kepunahan KNPI dari terjadinya degradasi pamor, sendirinya menjadi tanggung jawab bersama semua komponen bangsa ini untuk membenahi dan menyelamatkannya. Lebih-lebih sebegitu dilematisnya kondisi yang menerpa KNPI saat ini, dimana secara bersamaan pula menimpa sejumlah OKP yang berhimpun di dalamnya, sehingga hampir pasti internal KNPI pun sepertinya tidak lagi mampu menemukan jalan keluarnya sendiri.
Oleh karena itu, menyemangati peringatan ulang tahun ke-36, sudah saatnya KNPI berikhtiar diri agar memiliki keberanian membedah dirinya sendiri. Bahwa dalam upaya menyelamatkan dirinya dari ancaman kepunahan --- karena memang zaman sepertinya telah jauh meninggalkannya --- maka seberanikah kelembagaan KNPI memangkas sebagian jasadnya. Setidaknya memangkas keberhimpunan sejumlah OKP yang sudah mati suri, sehingga tidak lagi menjadi ”virus” yang senantiasa menggrogoti perjalanan hidupnya. Dengan konsekuensi bahwa keberadaan OKP sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di KNPI berdasarkan asas sukarela, dengan jiwa besar, sendirinya diabaikan untuk sementara waktu karena pertimbangan darurat.
Akankah kehadiran UU Kepemudaan --- yang bagai pisau bermata dua itu (empower atau eksploitasi pemuda) --- yang saat ini berada di atas meja sidang Pansus DPR-RI, apakah nantinya bisa memberi solusi penyelamatan atas dilema ini, ataukah sebaliknya?.
Makassar, 24 Juli 2009
Sumber: Dokumentasi Pustaka Pribadi Penulis.


HMI CABANG JAMBI SECARA RESMI MENYATAKAN KELUAR DARI KNPI PROVINSI JAMBI SELAMA KNPI TERJADI DUALISME
1 Maret 2009-
Salah satu ujung tombak dalam penerus cita-cita bangsa adalah pemuda, sehingga banyak organisasi pemuda yang tebentuk untuk mewadahi aspirasi dari tujuan pemuda. Salah satu organisasi pemuda yang ada adalah KNPI. KNPI di Provinsi Jambi idealnya bisa dijadikan media untuk kaum muda berkarya, namun kenyataannya tidak demikian.KNPI Provinsi Jambi yang merupakan organisasi kepemudaan yang menaungi beberapa OKP seharusnya menjadi contoh dan menunjukkan perannya dalam pembangunan.sampai detik ini KNPI belum memberikan konstribusi nyata bagi masyarakat terutama bagi OKP yang berada dalam koordinasinya. Berdasarkan Pertimbangan : Historis. Secara historis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang merupakan salah dari kelompok CIPAYUNG yang ikut merumuskan dan mendirikan KNPI jelas Sangat kecewa melihat kondisi KNPI yang terpecah menjadi 2. KNPI seharusnya menjadi penyatu dari berbagai keberagaman organisasi kepemudaan sesuai dengan cita-cita sumpah pemuda. Fakta hari ini KNPI sendiri yang merupakan organisasi Pemuda yang seharusnya menjadi penyatu tetapi menjadi biang perpecahan di tubuh pemuda Indonesia itu sendiri. Jika KNPI menjadi biang perpecahan pemuda dan tidak ada kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan maka sudah selayaknya KNPI harus dibubarkan.
HMI dalam AD/ART sangat jelas menyatakan sebagai organisasi yang independent dan tidak merupakan underbow dari organisasi manapun apalagi afiliasi partai politik. Sedangkan ditubuh KNPI hari ini banyak sekali organisasi yang merupakan afiliasi partai politik. Sebab dari perpecahan di tubuh KNPI kuat indikisai campur tangan partai politik untuk kepentingan politik PILPRES dan Pemilu Legislatif 2009 serta PILGUB provinsi Jambi pada 2010 maka sudah sewajarnya KNPI harus dibubarkan. http://hmijambi.blogspot.com/